Baca Juga
Dari syiir diatas bisa diketahui bahwa orang yang berilmu namun tetap melakukan maksiat atau kedurkaan maka dosanya besar, kesalahan terbesarnya ialah iya sudah mengetahui ilmunya namun tetap melaksanakan kemaksiatan itu, itu berarti ilmu yang ia dapatkan tidak memeberi manfaat kepada dirinya. Sementara orang yang ahli ibdah namun tidak mengetahui ilmunya lebih besar dosanya karena ia tidak mencari tahu ilmunya, sementara mencari ilmu itu wajib dan ia melakukan ibadah seoalah olah mempermainkan syariat yang sudah jelas.
Sebuah analogi untuk menjelaskan syiir di atas, ada seseorang misal namanya Zaed, zaed ini adalah seorang yang pintar tetapi masih suka berbuat kejahatan misalnya Korupsi, dosa si zaed ini besar sekali karena ia sudah tahu kalau itu dosa tetapi masih dilanggarnya. Si Zaed mempunya tetangga namanya Umar. Si Umar ini tekun sekali beribadah sering ke masjid mengalahkan si zaed yang pintar. Tetapi si umar ini adalah seorang yang bodoh (kurang ilmunya) jadi kalau beribadah ia hanya ikut – ikutan tidak tahu ilmunya secara mendetil , sholatnya ya hanya jungkar jungkir tak tahu apa artinya , kenapa ia sholat, syarat nya sholat , rukunnya sholat.
Maka si umar ini lebih berbahaya di banding dengan si zaed yang Korupsi. Kedua orang seperti Zaed dan umar ini tidak layak di jadikan panutan. Bahkan menjadi fitnah bagi ummat.
Agama jika diibaratkan warung makan maka agama itu dapur, tempatnya di dalam, dibelakang bukan didepan, depan adalah tempat tamu menikmati masakan hasil produksi dari dapur. Dan hasil dari mendalami Agama adalah masakan yang dihidangkan dan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. itulah kehidupan beragama. Sebagaimana yang yang kita ketahui bersama jika salah satu tujuan dari misi Nabi Muhammad SAW, adalah menyempurnakan ahlak. Maka teladanilah ahlak Nabi Muhammad SAW.
No comments:
Post a Comment